Sebenarnya judul di atas merupakan plesetan dari akronim sebenarnya dari SLPHT, yaitu Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu. “Hati Terpadu” sendiri merupakan istilah dari hasil refleksi di 3 kelompok tani di Desa Sumber Harapan, Belitang II, OKU Timur, Sumatera Selatan. Bersama dengan Yabima Indonesia, salah satu yayasan diakonia yang dimiliki oleh Sinode GKSBS, komunitas-komunitas tani ini telah menyelenggarakan pendidikan petani dalam tujuh sesi untuk kemudian mengembangkan pertanian padi organik sebagai pertanian selaras alam. Dengan tema-tema diskusi dalam pendidikan petani meliputi sejarah petani, politik pertanian di Indonesia, politik pangan, sejarah pertanian organik, pertanian terpadu dan berkelanjutan, selanjutnya “sedulur-sedulur tani” (istilah ini digunakan oleh komunitas untuk meyapa teman-teman lain) belajar keterampilan teknis pendukung pertanian selaras alam yang meliputi pembuatan pupuk kompos, Pupuk Organik Padat (POP), Pupuk Organik Cair (POC), pestisida alami, dan juga keterampilan mengawetkan pakan ternak dengan fermentasi. Sebagian besar bahan-bahan alami ini dihasilkan dari peternakan.
“Hati Terpadu” juga sangat dekat dengan istilah “noto ati”. Dalam hal ini, komunitas-komunitas ini sangat sadar bahwa gerakan pertanian selaras alam ini adalah sebuah gerakan yang memerlukan kesabaran dan ketelatenan, karena tidak akan tercapai dengan cara yang instan. Bahkan perpindahan dari kimiawi ke organik selaras alam akan berpengaruh pada hasil panen, yang pada umumnya akan mengalami tahap/fase penurunan. Hati dan tekat perlu ditata. Pertanian selaras alam juga sejatinya memiliki visi yang lebih besar tentang kedaulatan petani. “Pangan sehat ini sebetulnya hanyalah bonus bagi kami. tetapi sebetulnya ada tujuan yang lebih besar dari itu, yaitu memerdekakan petani dari lingkaran pasar yang selama ini menempatkan petani hanya bergantung saja dengan keadaan, tanpa bisa mengubahnya”. ucap salah satu anggota komunitas. Sekarang ketika pupuk mahal, mereka sudah punya POP dan POC. Kekhawatiran tentang tanah yang kurus dan kehilangan unsur hara suatu saat nanti, sudah hilang. Organisme dalam tanah yang membantu menguarai bahan-bahan organik alam masih terjaga ekosistemnya. Tidak terbunuh oleh berbagai pestisida yang beracun. “Mau pupuk mahal? Silakan…. Mau pupuk langka? Santuuyyy ajaaa…” lanjutnya.
Pada tanggal 26 Maret 2022 yang lalu, komunitas di Sumber Harapan ini merayakan panen. Ngangsu kawruh bersama dalam diskusi tujuh sesi, kemudian praktek keterampilan teknis pembuatan pupuk dan pestisida alami, dan dituntaskan melalui bercocok tanam dalam 3 demplot yang benar-benar diperlakukan dengan pengendalian hama terpadu, menampakkan hasilnya. Mereka panen.
Dari data ubin yang dilakukan oleh ketiga kelompok, masing-masing dapat dihitung sebagai berikut:
- Kelompok jarak tanam 25cm x 25cm
- Area ubin : 2,5m x 2,5m
- Berat batang (damen) : 9,9 Kg
- Berat padi : 4,1 Kg
- Perkiraan hasil : 6,56 ton per hektar
- Kelompok jarak tanam 27cm x 27cm
- Area ubin : 2,5m x 2,5m
- Berat batang (damen) : 7,5 Kg
- Berat padi : 3,5 Kg
- Perkiraan hasil : 5,6 ton per hektar
- Kelompok jarak tanam 30cm x 30cm
- Area ubin : 2,5m x 2,5m
- Berat batang (damen) : 7,5 Kg
- Berat padi : 5,3 Kg
- Perkiraan hasil : 8,48 ton per hektar
Hasil ini tentu saja menggembirakan sekali. Sangat mendekati pertanian secara kimia. Bahkan sejujurnya, jauh lebih baik dan menguntungkan karena tanah tetap subur dan penuh dengan unsur hara. Seperti kita ketahui, dalam jangka panjang pertanian dengan pupuk kimia ini mematikan semua mahkluk hidup di tanah yang sejatinya kita butuhkan untuk proses penggemburan dan produksi unsur hara dalam tanah. Akhirnya tanah menjadi kering dan kurus. Hal ini menciptakan ketergantungan petani pada pupuk secara terus menerus karena tanah tidak mampu memproduksi unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Jauh berbeda dengan pertanian organik yang tetap menjaga mahkluk hidup dalam tanah, yaitu organisme-organisme penyubur untuk mengurai bahan-bahan organik yang ada. Dalam jangka panjang, tanah akan tetap bisa memproduksi unsur hara dengan bantuan organisme ini.
Tahun ini, sedulur-sedulur akan kembali belajar tentang pengorganisasian petani.